Halaman

Minggu, 15 Desember 2013

Aku Hanya Ingin Menulis






Aku hanya ingin menulis
Tentang hidup yang perlu dikenang
Setiap tinta yang menetes adalah tujuanku
Bukan masalah bagiku jika terangkai menjadi kata-kata amburadul
Bukan masalah bagiku jika tersusun rumit tak karuan
Bukan masalah bagiku jika terlalu acak-acakan
Bukan masalah bagiku jika terlalu norak
Bukan masalah bagiku jika terlalu berlebihan
Bukan masalah bagiku jika terlalu meledak-ledak
Yang terpenting bagiku pena tergores
Huruf terangkai
Kata-kata tersusun
Dan kalimat terbaca
Karena aku hanya ingin menulis...


Malang, 16 Desember 2013 

Jumat, 06 Desember 2013

Seberkas Rahasia Untuk Audry





Tangan lembut itu tampaknya sedang susah payah memeras cuciannya. Sembari perlahan menyeka keringat yang mulai mengalir deras di dahinya. Keadaan fikirannya yang kacau membuat cucian-cucian  itu mungkin merasa sakit karena diperasannya terlalu kuat. Tapi sebal sudah menguasai fikiran Audry hingga ia tak peduli jika seandainya benda di sekitarnya akan menjadi sasaran kemarahannya.
“Nampak sebal kali kau?”tanya seorang bapak yang berperawakan Batak itu.
Audry tetap diam.
“Hey!Kau ni kenapa hey, Audry?”tanyanya tak menyerah.
“Aku sedang mencucilah ini ,Pak Bondan.”jawabnya sekenanya.
“Tapi wajah kau tampak murung begitu. Apa kau capek kali ya?”
Audry perlahan  mulai memperlambat gerakannya.”Aku kehilangan uang, Pak Bondan.”
“Hah, yang benar kau?Berapa duit itu?”
“400 ribu buat bayar kuliah besok itu.”
“Banyak kali itu, Dry. Hilang dimana lah itu?”
“Ya mana aku tau,Pak Bondan, kalu tau namanya nggak jadi hilang.”ucapku.
“Kau sudah bilang sama bapak kau?”tanyanya lagi.
“Belum sih, takutnya nanti malah dimarahi. Setidaknya aku masih punya sedikit tabungan buat ganti dulu.”
“Ayolah, Nak, jujur itu tak ada buruknya.”katanya.”Kau yang sabar, ya.”ucapnya sambil menepuk pundakku. Kubalas dengan sedikit senyuman dan anggukan kecil.
Setelah Pak Bondan pergi, Audry mulai melanjutkan menjemur cuciannya. Ia berfikr keras bagaimana mendapatkan uang lagi. Kalau tabungannya dipakai untuk mengganti, ia harus terpaksa berpuasa setiap hari untuk menghemat uang jajannnya. Dan itu sudah sering dilakukannya jika kiriman orang tua dari Jogja tak kunjung datang. Audry hanya seorang mahasiswi yang tinggal di salah satu rumah susun di Jakarta untuk tempat tinggal sementara selama ia kuliah di sini. Beruntung rumah itu adalah bekas milik orang tuanya dulu saat masih tinggal di Jakarta, jadi ia tak terlalu pusing masalah biaya tempat tinggal. Hanya tinggal biaya hidup yang membuat Audry rela mengkerempengkan badannya yang sebenarnya sudah kurus itu. Dalam keadaan sebalnya, diam-diam ada yang memperhatikan Audry dari lantai 3 yang tepat di atasnya. Sepertinya lelaki itu tertarik dengan Audry, karena tatapannya penuh perasaan.
“Lo ngliatin gue?”teriak Audry dari bawah.
Seketika Bayu, namanya, terkaget dari lamunannya.”Emm, nggak kok.”jawabnya yang kemudian langsung pergi.
            “Aneh Lo!”teriak Audry.
            Namanya Bayu, ia baru pindah dari Medan ke Jakarta lima bulan lalu dan menetap tinggal bersama orang tuanya. Pak Bondanlah orang tuanya dan ia tinggal satu lantai dengan Audry dengan hanya berjarak 3 kamar sebelah kiri dari Audry. Sejak awal memang ia tertarik pada Audry dan cenderung memilih diam karena Audry sendiri  memiliki pacar. Ia juga memilih menghindar bertemu dengan Audry. Jadi pantas saja Audry menganggapnya aneh.
            Tak berapa lama Audry sudah terlihat lebih baik dari sebelumnya, yang lebih baik adalah penampilannya. Saat sebuah mobil memasuki halaman rumah susun itu, Audry mulai turun dan menemuinya. Dan keluarlah seorang cowok yang mungkin anak muda masa sekarang akan bereteriak ‘cowok kece badai’. Entahlah kata-kata itu sedikit hiperbola, namun memang easy listening dan easy speaking. Lelaki itu mendekati Audry dan kemudian mendaratkan sebuah kecupan ke kening Audry. Namun tampaknya Audry begitu risih dengan perlakuan pacarnya itu. Sebelum pergi, ia mengahampiri Bayu yang ternyata sedang membaca sebuah buku tebal di dekat teras.
            “Titip kunci kamar gue, ya.”ucapnya sambil menyodorkan kunci ke hadapan Bayu. Dan Bayu hanya mengangguk yang menandakan ia berkata, taruh saja di meja di depannya. Mungkin niatnya adalah ‘stay cool’, tapi memang berhasil.
            Audry sendiri merasa sedikit kesal dan buru-buru pergi, namun tiba-tiba tangan Bayu meraihnya.”Kenapa titipnya sama gue?”
            “Lo nggak mau dititipin?Biasanya juga gue titipin sama Nyokap lo.”ketusnya.
            “Kalo gitu gue boleh gunain kunci ini buat masuk?”
            “Hah!Lo mau nyolong ya?”
            “Dry, ayo cepetan!”teriak pacar Audry dari mobil tempat ia menunggu.
            “Iya, bentar.”jawab Audry yang kemudian berhasil melepaskan jeratan tangan Bayu. Kemudian ia berlari kesal, dalam fikirannya Bayu adalah orang aneh yang pernah ia temui.Ia selalu menghabiskan waktunya untuk membaca setumpuk buku tebal terjemahan yang membosankan dan jarang sekali melihatnya keluar bersama seorang perempuan. Ia selalu bersikap dingin dan suka memancing emosi Audry. Namun di beberapa kesempatan, Audry sering memergokinya yang secara diam-diam memperhatikan Audry. Semakin lama Audry merasa ingin sekali tahu apa yang ada dalam otak Bayu saat mereka berdua berbicara atau bertatap mata. Audry segera masuk mobil dan pergi meninggalkan halaman rumah susun itu.”Mau kemana kita?”tanyanya.”Emm, cari makan aja dulu yuk ada yang mau aku omongin.”jawab pacarnya. Dan Bayu yang ditinggalkan begitu saja hanya bisa diam menatap mobil tersebut menjauh dengan tatapan nanar.
* * *
            Tempat makan itu tak terlalu mewah namun luas dan syarat dengan nuansa klasik. Mereka berdua memang sering menghabiskan waktu di tempat tersebut.
            “Hari ini kita genap satu taun, nggak kerasa ya?”ucap Audry membuka percakapan dan Agung hanya tersenyum.
            “Dry, ada hal yang pengen aku omongin sama kamu.”ucap Agung dengan sedikit kikuk.
            “Apa?”
            “Kamu tau kan gimana sikap Mama aku setiap kali kamu main ke rumah?”
            Audry hanya mengangguk, ia paham jika hubungannya dengan Agung yang sudah sekian lama itu tak pernah mampu meluluhkan hati Mama Agung yang tak menyukainya.
            “Aku tau kita udah lama pacaran dan bisa buktiin kuatnya cinta kita masing-masing biarpun Mama aku nggak suka sama hubungan kita.”Agung memulai.”Tapi aku ngrasa nggak nyaman kalo kita terus backstreet kayak gini, waktu setaun itu lama tapi kamu nggak mampu juga bikin Mama aku suka sama kamu.”
            Audry sedikit tercekat dan merasa malu.”Mama kamu bukan nggak bisa diluluhin, tapi belum bisa.”usahanya untuk meyakinkan Agung.
            “Tapi sampai kapan?Satu taun itu lama, Dry dan kalo kita sampai bertaun-taun kayak gini itu juga nggak baik.”
            “Terus kita harus ngapain lagi, Gung?”
            “Kita break aja dulu.”
            “Apa?Break?”tanyanya terkaget.”Putus gitu?”
            “Enggak gitu, tapi....”
            “Tapi apa?Break itu sama aja kayak hubungan kita digantung dan itu nggak enak, dibilang pacar udah kayak bukan pacar, dibilang udah putus nyatanya belum dan break bukan jalan keluar biar Mama kamu luluh. Itu nggak jelas, Gung.”
            “Yaudah, kalo gitu kita putus aja.”
            “Apa?Putus?”kali ini Audry benar-benar kaget.”Jadi banyak hal yang udah aku perjuangin selama ini sia-sia, Gung?”
            “Ya emang nyatanya sia-sia kan, Dry. Kita nggak bisa meluluhkan hati orang tua atau pun menentang kehendak mereka.”
            “Tapi di situ kita bisa tunjukin kuatnya perasaan kita.”ucap Audry yang menciptakan hening yang panjang. Mata Audry berkaca-kaca, ia menggigit bibirnya sendiri untuk menahan tangis. Agung hanya diam tanpa kata dan perlahan memegang erat tanngan Audry untuk menenangkannya.
Mereka butuh batu sandungan untuk kuatnya cinta mereka, namun batu sandungan itu terlalu sakit hingga salah satu dari mereka harus menyerah dan yang satu harus merelakan penyerahan itu.
* * *
            Pukul 8 malam, mobil Agung memasuki halaman rumah susun. Suasana di sana pun tak terlalu sepi, banyak anak-anak kecil serta beberapa orang tua dan remaja yang berkumpul menikmati langit malam Jakarta.  Kedatangan mobil tersebut cukup menarik perhatian orang yang berada di situ. Mereka menujukan mata pada Audry dan Agung.
            “Besok pagi aku jemput jam 9, ya?”seru Agung. Namun Audry hanya keluar begitu saja tanpa memberi persetujuan ataupun mengucap kata selamat malam. Mungkin ia malu pada tetangga-tetangganya atau mungkin masih merasa terpukul dengan Agung. Sementara Agung sendiri hanya diam menatap Audry yang mulai menaiki tangga menuju kamarnya dan perlahan meninggalkan halaman rumah susun.
            Tapi Audry ternyata tak langsung menuju kamarnya. Ia menuju atap lantai 8, lantai teratas rumah susun tersebut. Ia sering menghabiskan waktu di sana setiap malam jika tak ada teman. Tempat itu sebenarnya cukup tinggi. Angin malam Jakarta yang semilir mulai mendinginkan suhu tubuh Audry. Untung ia memakai sweater coklat malam itu. Tak terasa air secara perlahan mengaliri pipi lembut gadis itu. Dan indahnya langit malam Jakarta tak seindah apa yang mengganggu hatinya sekarang.
            “Nih, kunci lo!”ucap Bayu dari belakang sembari menyodorkan kunci. Audry sedikit kaget saat mengetahui itu Bayu dan hanya diam sembari meraih kunci kamarnya.
            Dan Bayu tetaplah Bayu dengan sejuta kedinginannya. Biarpun ia menaruh hati pada gadis yang sedang dihadapannya, ia tetap akan bersikap ‘stay cool’ layaknya tak ada apa-apa. Kemudian Bayu duduk kembali ke tempat asalnya yang cukup gelap sehingga memang tak seorang pun akan menyadari bahwa ia berada di sana sejak tadi. Hening pun tercipta cukup lama di antara mereka.
            Semakin lama, ternyata Audry semakin keras menangis. Akhirnya sikap yang sering ditunjukkan Bayu mulai melunak. Ia ternyata tak tega melihat gadis yang disukainya semakin terisak. Ia pun mendekati Audry yang duduk di tepi gedung dan duduk di sampingnya.
            “Apa lo akan bunuh diri dalam suasana malam sebegini indahnya?”tanyanya.
”Sepertinya suasana yang lo pilih tepat, mengakhiri hidup dengan disaksikan bintang yang menghiasi kerajaan malam.”Bayu mulai sedikit tertawa.
            Audry pun memandang sinis ke arah Bayu.”Lo bahagia banget liat gue nangis.”
            “Menurut lo gitu?”
            Audry hanya diam dan seketika hening kembali mempersunyi suasana malam. Bayu sendiri yang bersikap dingin sepertinya sudah mulai ‘kikuk’ dengan suasana tak nyaman yang tercipta. Tapi ia tak berani sama sekali memulai pembicaraan karna ia takut arah pembicaraan takkan sesuai dengan tujuannya dan suasana hati Audry. Dan diam berlangsung lama hingga Audry perlahan mulai tenang. Ia memandang ke arah Bayu, tepatnya pada buku tebal yang sedang dibacanya.
            “Lo ngapain di sini?”tanya Audry.
            “Baca buku.”jawabnya singkat.
            Audry mengamati buku yang sedang di pegang Bayu.”Filosofi cinta?”ucapnya heran.
            “Kenapa?Ada yang aneh?”
            “Aneh aja sih, masa iya baca gituan. Buat cari pacar ya?”
            Bayu mengernyitkan dahinya.”Lo kenapa nangis, berantem?Putus?”dan Audry hanya terdiam.
            “Kok diem?”tanyanya lagi yang mungkin Audry akan menganggap bahwa ia adalah orang aneh sekaligus ‘kepo’.”Cinta itu bisa menjelma menjadi ilusi izroil terkadang, karna bisa mencabut akal manusia dari sehat menjadi tidak sehat.”
            “Jadi lo mau bilang gue nggak waras?”ketus Audry.”Tau apa lo soal cinta, lo tau itu cuma dari buku yang lo baca itu kan? Mana tau lo soal perasaan yang dijalani seseorang.”
            Seketika Bayu tertawa terbahak sendiri. Ia merasa geli dengan pernyataan Audry barusan. Mungkin Audry merasa jika Bayu benarlah kutu buku yang terkesan lebih mencintai kumpulan lembaran kertas daripada berbagi kasih dengan seorang perempuan.”Cinta itu aneh ya, gimana enggak, cinta bisa bikin orang menilai orang lain hanya dari fisik dan apa yang terlihat. Cinta bisa membuat manusia menangis seperti mengetahui keluarganya kehilangan nyawa, saat ditinggalkan orang yang dicintainya. Dan cinta membuat orang nggak mau berkorban, membuat orang tertutup mata hatinya. Lalu apa itu yang disebut cinta?”ucapnya.”Bukan, Audry. Kalau itu namanya nafsu, bedakan itu, cinta bukan seperti itu.”
            Audry hanya terdiam dan Bayu hanya tertawa. Bayu mulai menutup buku yang dibacanya, ia sedikit menguap dan merasa mengantuk. Perasaan tak tega menyeruak di hatinya kala akan meninggalkan atap malam yang begitu teramat indah lukisan Tuhan kala itu. Setelah puas menatap hamparan langit, ia mulai pergi meninggalkan Audry tanpa pamit. Namun, kemudian ia berbalik dan mengatakan sesuatu.”Mungkin selama ini lo menilai gue cowok aneh, orang yang selau bersikap dingin sama lo, seorang cowok yang lebih memilih menghabiskan waktunya untuk menyelami buku tebal membosankan, bahkan cowok aneh yang nggak pernah jalan sama cewek dan suka baca buku filosofi cinta.”katanya.”Tapi ada hal yang perlu dikoreksi di sini dan ada yang harus lo tau bahwa lo, gaya hidup lo, dan cinta lo sebenernya lebih aneh dari gue. Satu lagi, Dry. Sebenernya cinta bukanlah milik mereka yang menjalaninya bersama atau milik orang yang terikat sesuatu, tapi cinta adalah milik mereka yang mempunyai ketulusan.”
            Bayu kemudian pergi meninggalkan Audry. Langkah kakinya semakin menjauh dan tak terdengar. Sementara Audry hanya terdiam dan merasa sedikit menyesal mengatakan hal yang tak seharusnya dikatakan pada Bayu. Ia baru sadar jika ternyata Bayu tak sedingin biasanya malam itu, atau mungkin Bayu memang sebenarnya tak sedingin itu.
* * *
            Dengan langkah gontai Audry kembali ke kamarnya. Terlihat ia mengobok isi tasnya untuk menemukan kunci yang sudah dikembalikan Bayu. Dengan sedikit hati-hati ia menoleh ke kamar Pak Bondan, tentu saja yang dicarinya Bayu bukan Pak Bondan. Ia masih sedikit bersalah atas ucapannya. Kemudian ia memutar kunci yang telah ditemukannya dan membuka pintu kamarnya. Betapa terkejutnya Audry yang mendapati kamarnya dipenuhi hiasan mawar putih, bunga kesukaannya. Dan tertata pula dua buah lilin kecil di meja di sudut kamar yang tertata dua tangkai mawar putih di sampingnya. Kamarnya pun tertata lebih rapi dari sebelum ia meninggalkan tempat itu. Suasana romantis sedikit menyeruak di ruangan tersebut. Tapi siapa yang melakukan ini, fikir Audry. Hanya satu orang yang pantas dicurigai. Kemudian ia mendekati sebuah kotak di atas kasur dan membukanya. Ditemukannya berlembar-lembar kertas HVS putih yang bergambar dirinya. Coretan pensil di kertas itu membentuk setiap hal yang pernah dikerjakan Audry. Kemudian ia membuka sepucuk surat yang disertakan dalam kotak tersebut.
Seandainya aku mampu muncul
mungkin kau akan menyadarinya
namun kuhanya pengecut yang takut pada perasaan
hingga kuhanya mampu memasang wajah datarku
menunjukkan senyum dinginku
saat kita saling menatap. . .
            Audry tercekat dan matanya mulai merasa panas. Ia benar-benar menyesal pada apa yang telah ia lakukan. Dalam hati ia menerka, betapa bodoh dirinya selama ini menganggap ragu ketulusan seseorang. Dan perlahan isakan tangis mulai terdengar di kamar itu.
            Kini seorang kutu buku filosofi cinta tebal itu mampu meruntuhkan kejutekan Audry lewat kesabaran perasaannya. Dan mungkin yang dikatakan kutu buku itu benar, cinta yang lebih mendekati nafsu hanya akan lebih cepat kandas, namun cinta yang biarpun hanya diam-diam tapi penuh ketulusan dan kesabaran akan menjadi kesejatian. Nafsu dan ketulusan cinta beda tipis dalam penyuratannya, namun akan berbeda jauh pada permaknaannya.
            Dari balik jendela, Bayu melihat gadis yang disukainya menangis sembari memeluk mawar putih pemberiannya.
-THE END-