Tangan
lembut itu tampaknya sedang susah payah memeras cuciannya. Sembari perlahan
menyeka keringat yang mulai mengalir deras di dahinya. Keadaan fikirannya yang
kacau membuat cucian-cucian itu mungkin
merasa sakit karena diperasannya terlalu kuat. Tapi sebal sudah menguasai
fikiran Audry hingga ia tak peduli jika seandainya benda di sekitarnya akan
menjadi sasaran kemarahannya.
“Nampak
sebal kali kau?”tanya seorang bapak yang berperawakan Batak itu.
Audry
tetap diam.
“Hey!Kau
ni kenapa hey, Audry?”tanyanya tak menyerah.
“Aku
sedang mencucilah ini ,Pak Bondan.”jawabnya sekenanya.
“Tapi
wajah kau tampak murung begitu. Apa kau capek kali ya?”
Audry
perlahan mulai memperlambat
gerakannya.”Aku kehilangan uang, Pak Bondan.”
“Hah,
yang benar kau?Berapa duit itu?”
“400
ribu buat bayar kuliah besok itu.”
“Banyak
kali itu, Dry. Hilang dimana lah itu?”
“Ya
mana aku tau,Pak Bondan, kalu tau namanya nggak jadi hilang.”ucapku.
“Kau
sudah bilang sama bapak kau?”tanyanya lagi.
“Belum
sih, takutnya nanti malah dimarahi. Setidaknya aku masih punya sedikit tabungan
buat ganti dulu.”
“Ayolah,
Nak, jujur itu tak ada buruknya.”katanya.”Kau yang sabar, ya.”ucapnya sambil
menepuk pundakku. Kubalas dengan sedikit senyuman dan anggukan kecil.
Setelah
Pak Bondan pergi, Audry mulai melanjutkan menjemur cuciannya. Ia berfikr keras
bagaimana mendapatkan uang lagi. Kalau tabungannya dipakai untuk mengganti, ia
harus terpaksa berpuasa setiap hari untuk menghemat uang jajannnya. Dan itu
sudah sering dilakukannya jika kiriman orang tua dari Jogja tak kunjung datang.
Audry hanya seorang mahasiswi yang tinggal di salah satu rumah susun di Jakarta
untuk tempat tinggal sementara selama ia kuliah di sini. Beruntung rumah itu
adalah bekas milik orang tuanya dulu saat masih tinggal di Jakarta, jadi ia tak
terlalu pusing masalah biaya tempat tinggal. Hanya tinggal biaya hidup yang
membuat Audry rela mengkerempengkan badannya yang sebenarnya sudah kurus itu.
Dalam keadaan sebalnya, diam-diam ada yang memperhatikan Audry dari lantai 3
yang tepat di atasnya. Sepertinya lelaki itu tertarik dengan Audry, karena
tatapannya penuh perasaan.
“Lo
ngliatin gue?”teriak Audry dari bawah.
Seketika
Bayu, namanya, terkaget dari lamunannya.”Emm, nggak kok.”jawabnya yang kemudian
langsung pergi.
“Aneh Lo!”teriak Audry.
Namanya Bayu, ia baru pindah dari
Medan ke Jakarta lima bulan lalu dan menetap tinggal bersama orang tuanya. Pak
Bondanlah orang tuanya dan ia tinggal satu lantai dengan Audry dengan hanya
berjarak 3 kamar sebelah kiri dari Audry. Sejak awal memang ia tertarik pada
Audry dan cenderung memilih diam karena Audry sendiri memiliki pacar. Ia juga memilih menghindar
bertemu dengan Audry. Jadi pantas saja Audry menganggapnya aneh.
Tak berapa lama Audry sudah terlihat
lebih baik dari sebelumnya, yang lebih baik adalah penampilannya. Saat sebuah
mobil memasuki halaman rumah susun itu, Audry mulai turun dan menemuinya. Dan
keluarlah seorang cowok yang mungkin anak muda masa sekarang akan bereteriak ‘cowok
kece badai’. Entahlah kata-kata itu sedikit hiperbola, namun memang easy
listening dan easy speaking. Lelaki itu mendekati Audry dan kemudian
mendaratkan sebuah kecupan ke kening Audry. Namun tampaknya Audry begitu risih
dengan perlakuan pacarnya itu. Sebelum pergi, ia mengahampiri Bayu yang
ternyata sedang membaca sebuah buku tebal di dekat teras.
“Titip kunci kamar gue, ya.”ucapnya
sambil menyodorkan kunci ke hadapan Bayu. Dan Bayu hanya mengangguk yang
menandakan ia berkata, taruh saja di meja di depannya. Mungkin niatnya adalah ‘stay
cool’, tapi memang berhasil.
Audry sendiri merasa sedikit kesal
dan buru-buru pergi, namun tiba-tiba tangan Bayu meraihnya.”Kenapa titipnya
sama gue?”
“Lo nggak mau dititipin?Biasanya
juga gue titipin sama Nyokap lo.”ketusnya.
“Kalo gitu gue boleh gunain kunci
ini buat masuk?”
“Hah!Lo mau nyolong ya?”
“Dry, ayo cepetan!”teriak pacar
Audry dari mobil tempat ia menunggu.
“Iya, bentar.”jawab Audry yang
kemudian berhasil melepaskan jeratan tangan Bayu. Kemudian ia berlari kesal,
dalam fikirannya Bayu adalah orang aneh yang pernah ia temui.Ia selalu menghabiskan
waktunya untuk membaca setumpuk buku tebal terjemahan yang membosankan dan
jarang sekali melihatnya keluar bersama seorang perempuan. Ia selalu bersikap
dingin dan suka memancing emosi Audry. Namun di beberapa kesempatan, Audry
sering memergokinya yang secara diam-diam memperhatikan Audry. Semakin lama
Audry merasa ingin sekali tahu apa yang ada dalam otak Bayu saat mereka berdua
berbicara atau bertatap mata. Audry segera masuk mobil dan pergi meninggalkan
halaman rumah susun itu.”Mau kemana kita?”tanyanya.”Emm, cari makan aja dulu
yuk ada yang mau aku omongin.”jawab pacarnya. Dan Bayu yang ditinggalkan begitu
saja hanya bisa diam menatap mobil tersebut menjauh dengan tatapan nanar.
*
* *
Tempat makan itu tak terlalu mewah
namun luas dan syarat dengan nuansa klasik. Mereka berdua memang sering
menghabiskan waktu di tempat tersebut.
“Hari ini kita genap satu taun,
nggak kerasa ya?”ucap Audry membuka percakapan dan Agung hanya tersenyum.
“Dry, ada hal yang pengen aku
omongin sama kamu.”ucap Agung dengan sedikit kikuk.
“Apa?”
“Kamu tau kan gimana sikap Mama aku
setiap kali kamu main ke rumah?”
Audry hanya mengangguk, ia paham
jika hubungannya dengan Agung yang sudah sekian lama itu tak pernah mampu
meluluhkan hati Mama Agung yang tak menyukainya.
“Aku tau kita udah lama pacaran dan
bisa buktiin kuatnya cinta kita masing-masing biarpun Mama aku nggak suka sama
hubungan kita.”Agung memulai.”Tapi aku ngrasa nggak nyaman kalo kita terus
backstreet kayak gini, waktu setaun itu lama tapi kamu nggak mampu juga bikin
Mama aku suka sama kamu.”
Audry sedikit tercekat dan merasa
malu.”Mama kamu bukan nggak bisa diluluhin, tapi belum bisa.”usahanya untuk
meyakinkan Agung.
“Tapi sampai kapan?Satu taun itu
lama, Dry dan kalo kita sampai bertaun-taun kayak gini itu juga nggak baik.”
“Terus kita harus ngapain lagi,
Gung?”
“Kita break aja dulu.”
“Apa?Break?”tanyanya terkaget.”Putus
gitu?”
“Enggak gitu, tapi....”
“Tapi apa?Break itu sama aja kayak
hubungan kita digantung dan itu nggak enak, dibilang pacar udah kayak bukan
pacar, dibilang udah putus nyatanya belum dan break bukan jalan keluar biar
Mama kamu luluh. Itu nggak jelas, Gung.”
“Yaudah, kalo gitu kita putus aja.”
“Apa?Putus?”kali ini Audry
benar-benar kaget.”Jadi banyak hal yang udah aku perjuangin selama ini sia-sia,
Gung?”
“Ya emang nyatanya sia-sia kan, Dry.
Kita nggak bisa meluluhkan hati orang tua atau pun menentang kehendak mereka.”
“Tapi di situ kita bisa tunjukin
kuatnya perasaan kita.”ucap Audry yang menciptakan hening yang panjang. Mata
Audry berkaca-kaca, ia menggigit bibirnya sendiri untuk menahan tangis. Agung
hanya diam tanpa kata dan perlahan memegang erat tanngan Audry untuk
menenangkannya.
Mereka
butuh batu sandungan untuk kuatnya cinta mereka, namun batu sandungan itu
terlalu sakit hingga salah satu dari mereka harus menyerah dan yang satu harus
merelakan penyerahan itu.
*
* *
Pukul 8 malam, mobil Agung memasuki
halaman rumah susun. Suasana di sana pun tak terlalu sepi, banyak anak-anak
kecil serta beberapa orang tua dan remaja yang berkumpul menikmati langit malam
Jakarta. Kedatangan mobil tersebut cukup
menarik perhatian orang yang berada di situ. Mereka menujukan mata pada Audry
dan Agung.
“Besok pagi aku jemput jam 9,
ya?”seru Agung. Namun Audry hanya keluar begitu saja tanpa memberi persetujuan
ataupun mengucap kata selamat malam. Mungkin ia malu pada tetangga-tetangganya
atau mungkin masih merasa terpukul dengan Agung. Sementara Agung sendiri hanya
diam menatap Audry yang mulai menaiki tangga menuju kamarnya dan perlahan
meninggalkan halaman rumah susun.
Tapi Audry ternyata tak langsung
menuju kamarnya. Ia menuju atap lantai 8, lantai teratas rumah susun tersebut.
Ia sering menghabiskan waktu di sana setiap malam jika tak ada teman. Tempat
itu sebenarnya cukup tinggi. Angin malam Jakarta yang semilir mulai
mendinginkan suhu tubuh Audry. Untung ia memakai sweater coklat malam itu. Tak
terasa air secara perlahan mengaliri pipi lembut gadis itu. Dan indahnya langit
malam Jakarta tak seindah apa yang mengganggu hatinya sekarang.
“Nih, kunci lo!”ucap Bayu dari
belakang sembari menyodorkan kunci. Audry sedikit kaget saat mengetahui itu
Bayu dan hanya diam sembari meraih kunci kamarnya.
Dan Bayu tetaplah Bayu dengan sejuta
kedinginannya. Biarpun ia menaruh hati pada gadis yang sedang dihadapannya, ia
tetap akan bersikap ‘stay cool’ layaknya tak ada apa-apa. Kemudian Bayu duduk
kembali ke tempat asalnya yang cukup gelap sehingga memang tak seorang pun akan
menyadari bahwa ia berada di sana sejak tadi. Hening pun tercipta cukup lama di
antara mereka.
Semakin lama, ternyata Audry semakin
keras menangis. Akhirnya sikap yang sering ditunjukkan Bayu mulai melunak. Ia
ternyata tak tega melihat gadis yang disukainya semakin terisak. Ia pun
mendekati Audry yang duduk di tepi gedung dan duduk di sampingnya.
“Apa lo akan bunuh diri dalam
suasana malam sebegini indahnya?”tanyanya.
”Sepertinya
suasana yang lo pilih tepat, mengakhiri hidup dengan disaksikan bintang yang
menghiasi kerajaan malam.”Bayu mulai sedikit tertawa.
Audry pun memandang sinis ke arah
Bayu.”Lo bahagia banget liat gue nangis.”
“Menurut lo gitu?”
Audry hanya diam dan seketika hening
kembali mempersunyi suasana malam. Bayu sendiri yang bersikap dingin sepertinya
sudah mulai ‘kikuk’ dengan suasana tak nyaman yang tercipta. Tapi ia tak berani
sama sekali memulai pembicaraan karna ia takut arah pembicaraan takkan sesuai
dengan tujuannya dan suasana hati Audry. Dan diam berlangsung lama hingga Audry
perlahan mulai tenang. Ia memandang ke arah Bayu, tepatnya pada buku tebal yang
sedang dibacanya.
“Lo ngapain di sini?”tanya Audry.
“Baca buku.”jawabnya singkat.
Audry mengamati buku yang sedang di
pegang Bayu.”Filosofi cinta?”ucapnya heran.
“Kenapa?Ada yang aneh?”
“Aneh aja sih, masa iya baca gituan.
Buat cari pacar ya?”
Bayu mengernyitkan dahinya.”Lo
kenapa nangis, berantem?Putus?”dan Audry hanya terdiam.
“Kok diem?”tanyanya lagi yang
mungkin Audry akan menganggap bahwa ia adalah orang aneh sekaligus
‘kepo’.”Cinta itu bisa menjelma menjadi ilusi izroil terkadang, karna bisa
mencabut akal manusia dari sehat menjadi tidak sehat.”
“Jadi lo mau bilang gue nggak
waras?”ketus Audry.”Tau apa lo soal cinta, lo tau itu cuma dari buku yang lo
baca itu kan? Mana tau lo soal perasaan yang dijalani seseorang.”
Seketika Bayu tertawa terbahak
sendiri. Ia merasa geli dengan pernyataan Audry barusan. Mungkin Audry merasa
jika Bayu benarlah kutu buku yang terkesan lebih mencintai kumpulan lembaran
kertas daripada berbagi kasih dengan seorang perempuan.”Cinta itu aneh ya,
gimana enggak, cinta bisa bikin orang menilai orang lain hanya dari fisik dan
apa yang terlihat. Cinta bisa membuat manusia menangis seperti mengetahui
keluarganya kehilangan nyawa, saat ditinggalkan orang yang dicintainya. Dan cinta
membuat orang nggak mau berkorban, membuat orang tertutup mata hatinya. Lalu
apa itu yang disebut cinta?”ucapnya.”Bukan, Audry. Kalau itu namanya nafsu,
bedakan itu, cinta bukan seperti itu.”
Audry hanya terdiam dan Bayu hanya
tertawa. Bayu mulai menutup buku yang dibacanya, ia sedikit menguap dan merasa
mengantuk. Perasaan tak tega menyeruak di hatinya kala akan meninggalkan atap
malam yang begitu teramat indah lukisan Tuhan kala itu. Setelah puas menatap
hamparan langit, ia mulai pergi meninggalkan Audry tanpa pamit. Namun, kemudian
ia berbalik dan mengatakan sesuatu.”Mungkin selama ini lo menilai gue cowok
aneh, orang yang selau bersikap dingin sama lo, seorang cowok yang lebih
memilih menghabiskan waktunya untuk menyelami buku tebal membosankan, bahkan
cowok aneh yang nggak pernah jalan sama cewek dan suka baca buku filosofi
cinta.”katanya.”Tapi ada hal yang perlu dikoreksi di sini dan ada yang harus lo
tau bahwa lo, gaya hidup lo, dan cinta lo sebenernya lebih aneh dari gue. Satu
lagi, Dry. Sebenernya cinta bukanlah milik mereka yang menjalaninya bersama
atau milik orang yang terikat sesuatu, tapi cinta adalah milik mereka yang
mempunyai ketulusan.”
Bayu kemudian pergi meninggalkan
Audry. Langkah kakinya semakin menjauh dan tak terdengar. Sementara Audry hanya
terdiam dan merasa sedikit menyesal mengatakan hal yang tak seharusnya
dikatakan pada Bayu. Ia baru sadar jika ternyata Bayu tak sedingin biasanya
malam itu, atau mungkin Bayu memang sebenarnya tak sedingin itu.
*
* *
Dengan langkah gontai Audry kembali
ke kamarnya. Terlihat ia mengobok isi tasnya untuk menemukan kunci yang sudah
dikembalikan Bayu. Dengan sedikit hati-hati ia menoleh ke kamar Pak Bondan,
tentu saja yang dicarinya Bayu bukan Pak Bondan. Ia masih sedikit bersalah atas
ucapannya. Kemudian ia memutar kunci yang telah ditemukannya dan membuka pintu
kamarnya. Betapa terkejutnya Audry yang mendapati kamarnya dipenuhi hiasan
mawar putih, bunga kesukaannya. Dan tertata pula dua buah lilin kecil di meja
di sudut kamar yang tertata dua tangkai mawar putih di sampingnya. Kamarnya pun
tertata lebih rapi dari sebelum ia meninggalkan tempat itu. Suasana romantis
sedikit menyeruak di ruangan tersebut. Tapi siapa yang melakukan ini, fikir
Audry. Hanya satu orang yang pantas dicurigai. Kemudian ia mendekati sebuah kotak
di atas kasur dan membukanya. Ditemukannya berlembar-lembar kertas HVS putih
yang bergambar dirinya. Coretan pensil di kertas itu membentuk setiap hal yang
pernah dikerjakan Audry. Kemudian ia membuka sepucuk surat yang disertakan
dalam kotak tersebut.
Seandainya aku mampu muncul
mungkin kau akan menyadarinya
namun kuhanya pengecut yang takut
pada perasaan
hingga kuhanya mampu memasang wajah
datarku
menunjukkan senyum dinginku
saat kita saling menatap. . .
Audry tercekat dan matanya mulai
merasa panas. Ia benar-benar menyesal pada apa yang telah ia lakukan. Dalam
hati ia menerka, betapa bodoh dirinya selama ini menganggap ragu ketulusan
seseorang. Dan perlahan isakan tangis mulai terdengar di kamar itu.
Kini seorang kutu buku filosofi
cinta tebal itu mampu meruntuhkan kejutekan Audry lewat kesabaran perasaannya.
Dan mungkin yang dikatakan kutu buku itu benar, cinta yang lebih mendekati
nafsu hanya akan lebih cepat kandas, namun cinta yang biarpun hanya diam-diam
tapi penuh ketulusan dan kesabaran akan menjadi kesejatian. Nafsu dan ketulusan
cinta beda tipis dalam penyuratannya, namun akan berbeda jauh pada
permaknaannya.
Dari balik jendela, Bayu melihat
gadis yang disukainya menangis sembari memeluk mawar putih pemberiannya.
-THE
END-