Halaman

Rabu, 30 Oktober 2013

Pancasila, Gejolak Ideologi di Indonesia



“Pancasila”
Gejolak Ideologi Indonesia
oleh : Nurfianingsih (Ilmu Pemerintahan)



Bismillahirrahmanirrahim
Hari ini jadwal mata kuliah untuk kelas IP-C yaitu Pengantar Ilmu Politik, kebetulan diskusi hari ini membahas tentang Ideologi dan tentunya akan merembet ke Pancasila, ideologi junjungan Indonesia.
Bicara soal ideologi, obyek tersebut cenderung mutlak dan memang setiap negara harus mempunyai yang namanya ideologi. Mengapa demikian? Hal ini tidak terlepas dari apa itu ideologi sebenarnya. Pendeknya, ideologi adalah sebuah gagasan atau cita-cita sekelompok manusia yang mengandung tujuan bersama. Jadi, sebuah negara tentunya mempunyai cita-cita bersama atau tujuan bersama saat mereka membentuk negara itu bukan. Dan tentunya ideologi tersebut akan menjadi landasan dalam bertingkah laku, sederhananya seperti itu.
Pancasila, adalah ideologi yang tidak ada duanya di dunia ini. Asli produk Indonesia dan milik Indonesia. Jika kita sedikit flashback pada tahun 1945 dimana Pancasila itu lahir, kita akan melihat keseriusan serta perjuangan para tokoh-tokoh Indonesia tersebut dalam mempersiapkan bekal untuk kemerdekaan. Tentunya menyusun ideologi sebagai wadah tujuan dan cita-cita bersama dari seluruh rakyat. Dan Pancasila lahir dengan butir-butir pedoman yang diharapkan mampu menata bangsa ini menjadi lebih baik.
Kini Pancasila telah berusia 68 tahun. Untuk ukuran manusia, maka itu termasuk sudah tua. Namun, tidak ada kata tua untuk ideologi. Karena ideologi harus tetap berdiri kokoh selama apapun usianya mengingat fungsinya sebagai wadah cita-cita suatu bangsa. Ideologi juga harus kuat dan kokoh berdiri untuk tetap menunjukkan eksistensinya sebagai pedoman dalam berbangsa dan bernegara, tak terkecuali Pancasila.
Kembali pada usia Pancasila yang menginjak 68 tahun. Sudahkah Pancasila diamalkan secara benar? Sudahkah Pancasila diterapkan sebagai ideologi sebagaimana mestinya? Sudahkah Pancasila dijalankan sebagaimana fungsinya sebagai pedoman dalam bertingkah laku?
Belum, belum sesempurna itu diterapkan.
Pancasila semakin bertambah usia semakin dilupakan, semakin diabaikan oleh bangsa ini sendiri. Padahal bangsa ini notabene adalah pencipta Pancasila sendiri. Banyak sekali yang semakin bertingkah laku menyimpang dari nilai-nilai Pancasila. Sebagai contoh para pelaku korupsi yang menyimpang dari sila ke dua yang berbunyi “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab”. Tidak hanya itu, perang antar suku yang terjadi di Indonesia timur tentunya sudah menyimpang dari sila ke tiga yang amat penting yaitu “Persatuan Indonesia”. Itu hanya sebagian kecil, belum contoh lain yang sederhana namun menyimpang dari nilai-nilai Pancasila. Generasi muda yang hanya memikirkan apa yang dialui sekarang dan tidak berorientasi pada masa depan membuat mereka lebih menyukai pola pikir praktis dan instan serta bersifat individualis sehingga lupa akan perannya yang sangat penting dalam membangun bangsa dan negaranya sendiri.
Jika sudah begitu, masih pantaskah Pancasila bertahan? Ideologi mana yang bisa menggantikan Pancasila?
Jawaban dari saya adalah, Pancasila masih pantas bertahan bahkan harus tetap bertahan dan tidak ada satupun ideologi yang bisa menggantikan Pancasila. Mengapa?
Pancasila memuat cita-cita dan tujuan bangsa Indonesia. Pancasila berasal dan bersumber dari jatidiri dan norma-norma bangsa Indonesia. Tentu saja Pancasila pantas untuk bertahan karena Pancasila memuat hal tersebut. Jika Pancasila tidak bertahan, tentu bangsa ini akan semakin hancur sebab cita-cita dan pedoman hidup berbangsa bernegara yang berasal dari jatidiri bangsa itu sendiri telah hancur.
Lalu mengapa tidak ada ideologi yang pantas menggantikan Pancasila?
Mari kita mulai analisis satu-persatu. Kita mulai dari ideologi kiri yaitu sosialis-komunis. Ideologi ini menggunakan sistem komando dan kesetaraan atau bisa kita sebut “sama rasa sama rata”. Semua sistem yang ada di negara meliputi poleksosbud akan dikendalikan oleh pemerintah. Jika hal itu kita terapkan di Indonesia mungkin rakyat akan semakin melarat. Mari kita lihat pemerintah Indonesia yang setiap hari ada saja yang terjerat korupsi. Jika sistem pemerintahan semuanya dikomando langsung oleh pemerintah, maka menurut saya pemerintah akan semakin seenaknya menjalankan kepentingan pribadinya bukan? Lalu bagaimana dengan rakyat? Iya, kemungkinan rakyat semakin melarat. Dan kesimpulannya ideologi ini tidak pas diterapkan di Indonesia.
Kedua, kita akan melihat ideologi kanan yaitu liberalis-kapitalis. Ideologi ini cenderung membebaskan masyarakatnya dalam bersaing agar bersifat mandiri dan mau bekerja keras. Siapa yang kuat dan berkualitas, maka dialah pemenangnya. Memang banyak negara kapitalis yang terbukti berhasil dan termasuk dalam negara maju. Lalu bagaimana dengan Indonesia? Mari kita melihat masyarakat Indonesia yang notabene masih tertinggal dan masih ketergantungan dengan bantuan modernisasi dari pemerintah. Kualitas SDM pun masih cukup rendah jika dibandingkan negara lain. Jika masyarakat Indonesia dibiarkan bersaing bebas tanpa ada campur tangan dari pemerintah, bayangkan hal itu akan membuat masyarakat Indonesia menjadi jatuh bangun. Kesimpulannya, masyarakat Indonesia masih belum siap dengan ideologi ini atau bahkan mungkin tidak siap.
Kesimpulannya adalah Indonesia hanya pantas dengan Pancasila. Mengapa? Karena Pancasila lahir dari bangsa Indonesia, dalam jatidiri bangsa Indonesia, dan dibuat untuk bangsa Indonesia.
Lalu bagaimana agar Pancasila tidak sekedar simbolis semata?
Hal yang paling utama dan penting adalah aspek kesadaran diri bahwa kita adalah masyarakat Indonesia, kita berbangsa Indonesia, dan Pancasila adalah ideologi kita. Sebagai bangsa yang baik dan warga negara yang baik, hendaknya kita menyadari betapa pentingnya bertingkah laku sesuai dengan apa yang sudah menjadi jatidiri bangsa kita sendiri. sebelum terlambat, para generasi muda utamanya menyadari hal tersebut. Dan para anak kecil sebagai calon generasi muda, calon penerus bangsa mulailah ditanamkan pengamalan Pancasila, karena dengan diterapkan masih kecil maka akan terbiasa pada hari kemudian.
Mungkin itu yang dapat saya analisis dari gejolak ideologi di Indonesia, Pancasila yang semakin terasa luntur dan terabaikan. Mari kita bersama tetap mempertahankan apa yang menjadi cita-cita dan tujuan bangsa kita. Jangan biarkan Pancasila bertahan sendirian, karena Pancasila butuh penopang untuk tetap bertahan. Pancasila butuh tiang penyangga untuk tetap berdiri kokoh. Karena kita butuh Pancasila dan Pancasila butuh kita.
Malang, 30 Oktober 2013

Selasa, 22 Oktober 2013

Mata yang sama, Hati yang berbeda




Dear kamu,
Hai apa kabar?
Dunia berubah saat terakhir kali kita bertemu. Berubah bahagia? Mungkin untukmu, tapi tidak sesederhana itu kuterjemahkan. Waktu yang terlalu berat kulalui sendiri, andai kamu tahu. Perasaan yang dalam ini kuhapus sendirian, andai kamu mengerti. Iya, seandainya.
Jika saja dulu kamu pergi dengan rambu-rambu, mungkin tak sekaget ini rasanya. Saat itu aku masih belum siap. Jangankan untuk kamu tinggalkan selama yang tak pernah kubayangkan, sedetik saja mungkin terasa cukup bagiku untuk merasakan siksaan itu. Samakah apa yang kita rasakan? Tidak, tentu tidak. Apa yang berarti untukku mungkin berbeda dalam pandanganmu.
Terkadang aku memang harus bersyukur pada Tuhan. Mengapa? Ada makhlukNya yang lain menggantikanku menjagamu. Semenjak itu, kumerasa tak perlu mengharapmu kembali. Karena aku bisa jadi manusia terlalu jahat atau bisa jadi bodoh. Sekuat hati harus kuhapus ini semua bukan? Kalau tidak aku akan berdosa menyimpan perasaan pada seseorang yang tak lagi sejalan denganku, seseorang yang telah sejalan dengan orang lain. Terlebih aku melihat, jika tak pernah kutemukan kamu sebahagia itu dengan seseorang. Kusimpulkan jika dia bahagiamu dan aku? Ya lekaslah pergi bayangmu.
Bolehkah aku merasa iri?
Mengapa?
Aku ingin sekali diperjuangkan. Aku terlalu lelah berjuang sendirian untuk kamu. Bahkan setelah kamu pergi, aku masih harus berjuang sendirian untuk mengahpus perasaan ini. Rasanya sedikit tak adil bukan. Untuk itu aku iri.
Masih ingatkah kamu menghubungiku lagi?
Iya aku masih ingat tentunya. Tapi perasaan ini tak sama lagi, ketahuilah. Aku berhasil berjuang untuk diriku sendiri, rasa sakitku, dan bahagiamu. Aku hebat bukan?
Tapi kenapa kamu kembali?
Tulus?
Atau hanya pelampiasan?
Lagi-lagi aku takut kamu tidak berjuang untukku dan kenyataanmu seperti itu. Tapi kenapa kamu perjuangkan dia yang menyakitimu berkali-kali? Aku iri, iya aku iri.
Jangan tannya perasaanku lagi ya?
Aku menyimpan rasa ini jauh di tempat lain. Tidak kulupakan, hanya kusimpan yang jika kurindukan akan kubuka lagi. Jangan takut. Aku tidak pernah berubah sejak terakhir kali perasaan itu masih sejalan. Aku hanya mengikuti arus Tuhan, arusnya tentang kemasing-masingan kita. Jika tak ingin kamu kembali itu sedikit munafik, tapi bukan aku yang ada di imajinasimu. Pada kenyataannya orang lain. Untuk itu tak sepatutnya aku berharap bukan jika bahagia itu tak lagi bersamaku?
Dear kamu,
Matahari masih terang. Perjuangkan orang yang ada dipikiranmu. Seagi mampu dapatkan dia. Perasaanku? Jangan pedulikan. Aku sudah berhasil untuk tahap pendewasaan diriku sendiri. Jika kita kelak bertemu, mungkin mata itu masih sama, senyum itu masih sama, tapi mungkin tak lagi kita temui hati yang sama.

Sabtu, 12 Oktober 2013

Je-O-Ge-Je-A

Yogyakarta
ah kota itu
aku menyimpan sejuta rindu disana
bahkan hatiku masih tertinggal disana pasca pertama kali kuinjakkan kaki di Jogja
Istimewa
julukan itu melekat pada kota itu
ya, Jogja yang istimewa dikata orang juga lebih istimewa lagi di hatiku
Kamu tahu mengapa?
Entahlah aku lupa saat pertama kali jatuh cinta pada kota itu
Malioboro,
masih sangat terbayang gemerlap lampu tenda-tenda pencari nafkah
masih sangat tercium aroma semerbak asap sate ayam di sepanjang jalan
masih sangat terekam lalu lalang mesin melaju di jalanan
masih sangat terngiang alunan lagu malam dari penyair jalanan
masih, dan masih lagi
Aku masih mampu merekam jelas detail-detail kenangan itu
aku juga masih mampu merangkai serpihan-serpihan ingatan yang perlahan memudar
aku masih sangat mampu?
Mengapa?
Karena Jogja istimewa
sesederhana itu yang bisa kupilihkan sebagai jawaban
sisanya adalah tarian di otak yang sulit diterjemahkan dalam kumpulan bahasa kata-kata
Dan yang kutahu aku rindu Jogja
sangat merindukan Jogja

(i miss this moment, Malioboro 30 Juni 2013)

Senin, 07 Oktober 2013

Esai : Pentingnya Membaca dan Menulis di Kalangan Mahasiswa


Topik : Pentingnya Menulis dan Membaca di Kalangan Mahasiswa


Mahasiswa Cerdas dan Kreativ Dimulai dari Kertas
Oleh : Nurfianingsih



Membaca mungkin adalah hal sederhana tapi manfaatnya terasa menguntungkan. Namun seiring berjalannya waktu, membaca menjadi budaya yang langka untuk dijumpai. Perlahan tapi pasti, masyarakat menyukai hal-hal yang bersifat praktis dan tidak mau dibuat sibuk untuk menghabiskan waktunya. Padahal membaca menjadi hal yang sangat penting untuk dapat mendapatkan lebih banyak pengetahuan. Mungkin alasan itu terlalu klise, tapi memang seperti itu dasarnya.
Menulis merupakan sebuah kegiatan untuk mengeluarkan ide-ide atau gagasan lewat tulisan. Sayangnya tidak banyak orang yang mempunyai pikiran untuk itu. Ada yang beranggapan bahwa menulis hanya untuk orang-orang yang mempunyai bakat merangkai kata-kata yang indah. Itu alasan yang tidak benar, karena menulis bisa dijadikan sebagai alat penyampaian ide atau gagasan.
Dalam dunia mahasiswa, membaca menjadi sangat penting dan pokok untuk ditekuni. Bagaimana tidak, sebagian dari kehidupan mahasiswa untuk menciptakan terobosan-terobosan pemecahan masalah sebagaimana fungsi mahasiswa yang juga harus berguna untuk masyarakat. Untuk itu mahasiswa dituntut untuk menuangkan gagasan-gagasannya lewat tulisan dan mencari referensi-referensi lewat membaca.


Potret Budaya Membaca dan Menulis di Kalangan Mahasiswa
Waktu itu saya bersama beberapa teman saya ke perpustakaan untuk mencari buku pegangan salah satu mata kuliah di jurusan kami. Saya meminjam beberapa buku dan ada teman saya yang hanya meminjam satu buku. Keesokan harinya saat kami bertemu di kampus, dia dengan cengengesan berkata jika buku yang dipinjamnya di perpustakaan belum tersentuh sama sekali. Setelah dipinjam dan masuk ke dalam tas, baru pagi itu dia mengeluarkannya. Melihat hal itu saya hanya bisa tersenyum heran. Bahkan saat dia bertemu dengan seorang temannya dan saat dia berkata baru saja dari perpustakaan, temannya itu terlihat heran seakan tidak yakin jika dia dari perpustakaan.
Dari apa yang barusan saya ceritakan, saya menarik kesimpulan bahwa minat baca di kalangan mahasiswa mulai menurun. Kalau pun mereka ke perpustakaan mungkin sekedar meminjam dan sampai rumah hanya dijadikan pajangan. Fenomena yang saya saksikan di institusi pendidikan tinggi tempat saya belajar, perpustakaan memang cenderung ramai. Di perpustakaan ini juga disediakan wifi zone sehingga mahasiswa bisa dengan mudah mengakses internet dengan gratis. Yang menjadi pertanyaan bagi saya adalah apakah mereka yang berada di perpustakaan murni untuk mencari buku atau referensi, ataukah memanfaatkan akses internet gratis tersebut?
Fenomena lain yang saya amati adalah budaya menulis. Seiring perkembangan globalisasi yang semakin pesat, teknologi pun semakin canggih. Contoh sederhana adalah internet yang sangat memudahkan kita untuk mengakses berbagai jenis informasi. Mahasiswa sendiri juga sangat membutuhkan internet untuk mencari lebih banyak informasi. Misalnya untuk referensi dalam mengerjakan tugas. Masalahnya sekarang adalah mahasiswa cenderung menjadi terbiasa untuk menerapkan budaya ‘copas’ atau copy-paste. Ada yang berpikiran malas untuk merangkum dan berpikir lebih praktis untuk menghemat waktu. Jika seperti itu adanya, bagaimana mungkin mahasiswa dapat berpikir kreatif dalam memecahkan masalah jika selalu membudayakan ‘copas’?
Fenomena tersebut menjadi semakin marak dijumpai. Para mahasiswa seakan acuh akan pentingnya membaca dan menulis. Dengan alasan malas, menghabiskan waktu, sampai agar lebih efisien mereka lontarkan. Mahasiswa jaman sekarang lebih suka bermain social media sebagai ajang mengikuti trend yang sedang gencar-gencarnya. Jika hal ini terus-menerus dibiarkan, saya pikir akan sangat merugikan diri sendiri mengingat membaca dan menulis sangat penting. Dan manfaatnya pun sebenarnya juga sangat menguntungkan diri kita sendiri.

Sederhana tapi Segudang Manfaatnya
Sudah menjadi rahasia umum jika membaca dapat menambah wawasan bagi para pembaca. Namun minimnya kesadaran masyarakat, khususnya yang dibahas di sini adalah mahasiswa membuat argumentasi semacam itu terasa hanya kalimat semata. Sebagai mahasiswa, membaca dan menulis sangatlah penting dan harusnya menjadi sebuah kemahiran. Mengingat fungsi mahasiswa sebagai pelaku pemecahan dan terobosan-terobosan untuk membantu masyarakat.
Mahasiswa dituntut untuk peka terhadap sekitar dan memikirkan ide-ide pemecahan masalah. Mereka pun harus lebih terbuka untuk terus menggali informasi dari berbagai sumber, misalnya lingkungan sekitar atau buku-buku untuk menemukan pemecahan masalah. Di sinilah pentingnya membaca bagi mahasiswa. Wawasan akan bertambah, ide-ide baru juga bisa muncul dengan baik hasil dari menarik kesimpulan berdasarkan referensi-referensi yang sudah dibaca. Membaca juga dapat meningkatkan imajinasi seseorang dalam berpikir kritis dan kreativ menuju hal-hal yang positiv. Jika budaya membaca ditinggalkan begitu saja, takutnya mahasiswa akan menjadi ‘cupu’ terhadap pengetahuan.
Sementara dalam hal tulis-menulis, aktivitas tersebut sangat penting untuk mendorong kreativitas berpikir seorang mahasiswa. Jika mahasiswa hanya membudayakan ‘copas’ itu akan merugikan dirinya sendiri. Dia menjadi malas untuk memikirkan pemecahan masalah, malas untuk memikirkan gagasan-gagasan baru, sampai mengekang kreativitas berpikir mereka. Padahal mahasiswa dituntut untuk kritis terhadap lingkungan sekitar ataupun permasalahan-permasalahan dalam masyarakat. Di pihak lain, menulis juga menguntungkan bagi mahasiswa yang masih ragu atau malu untuk menyampaikan pendapat. Dia bisa mengungkapkan gagasan tersebut lewat tulisan agar bisa tersampaikan kepada orang lain.
Dari uraian di atas sangat jelas jika mahasiswa butuh mengembangkan budaya membaca dan menulis. Di lain kesempatan, ketika mahasiswa sudah lulus dan terjun dalam dunia kerja ataupun masyarakat manfaat ini juga menguntungkan. Kebiasaan membaca dan menulis yang bisa mempertajam analisis seorang mahasiswa dapat memudahkan dirinya sendiri ketika terjun di dunia kerja dan masyarakat. Manfaatnya menjadi berlipat-lipat bukan.
Nah, mengingat budaya tersebut mulai luntur bagaimana cara menanamkan budaya tersebut kepada mahasiswa kembali?
Sebenarnya poin terpenting adalah kesadaran mahasiswa akan pentingnya menulis dan membaca. Yang jadi masalah adalah kesadaran itu seakan terabaikan. Jika mereka suka bermain social media sebenarnya jika digunakan dengan tepat dapat menguntungkan mahasiswa dalam mencari dan berbagi informasi. Contohnya adalah blog. Blog selain dapat digunakan mencari informasi juga dapat digunakan untuk menulis atau mengepostkan informasi. Jenis blog sangat beragam saat ini dan mahasiswa bisa memilih salah satunya untuk berbagi informasi. Dengan begitu kebiasaan menulis mulai tumbuh. Menumbuhkan kesadaran pentingnya membaca dan menulis harus di mulai dari hal-hal sederhana. Misalnya seperti menulis di blog, mulai mengusir rasa malas, meyakini bahwa membaca tidak membuang-buang waktu dengan menggunakan waktu luang yang dimiliki dengan membaca sebentar dan dilanjutkan beberapa saat lagi. Jika diawali dengan hal sederhana, saya yakin lama-kelamaan akan menjadi kebiasaan. Ingat, membaca dan menulis memang sepele dan sederhana namun pada kenyataannya manfaatnya sangat menguntungkan.
Pesan saya adalah, sebagai mahasiswa mulailah dari secarik kertas untuk dibaca dan dihias dengan gagasan-gagasan luar biasa untuk lebih menghasilkan karya yang kreatif, cerdas, dan bermanfaat. Sebagai penutup saya akan mengutip salah satu kata bijak dari manusia yang dianggap jenius yang sangat memotivasi saya untuk menuangkan ide dan imajinasi saya dalam sebuah tulisan serta membudayakan membaca untuk menambah wawasan dalam berpikir kreativ.
“Imajinasi lebih penting dari pada logika. Logika hanya membawa anda dari A ke B. Namun imajinasi mampu membawa anda kemana-mana”-Albert Einstein

Rabu, 02 Oktober 2013

Ada yang terasa kurang. . .

Saat manusia merindukan dirinya,
aku sudah berjalan terlalu jauh
mendapati satu demi satu mimpi itu mulai tergenggam
perlahan jalan untuk menuju kenyataan terbuka
bahagia, itu yang kurasa
namun secara perlahan pula sebuah rutinitas baru menyibukkanku
membuatku berpacu dengan waktu
membuatku meninggalkan satu per satu kebiasaanku
jauh dan semakin jauh
dalam dan terus semakin dalam
aku tahu
aku sadar
terkadang hidup harus memandang lurus ke depan
terkadang hidup harus dijalani apa yang ada di depan mata
tapi kini aku sadar
aku terlampau jauh berjalan
aku terlalu jauh berpetualang
hingga tersesat yang kudapat
kosong
kesepian
hampa
dan aku merasa aku merindukan diriku sendiri
merindukan khayalanku
ambisi gilaku
imajinasi liarku
rutinitasku
tawaku
senyumku
bahagiaku
aku rindu, aku rindu diriku sendiri . . .




(Malang, 02 Oktober 2013)