Halaman

Selasa, 22 Oktober 2013

Mata yang sama, Hati yang berbeda




Dear kamu,
Hai apa kabar?
Dunia berubah saat terakhir kali kita bertemu. Berubah bahagia? Mungkin untukmu, tapi tidak sesederhana itu kuterjemahkan. Waktu yang terlalu berat kulalui sendiri, andai kamu tahu. Perasaan yang dalam ini kuhapus sendirian, andai kamu mengerti. Iya, seandainya.
Jika saja dulu kamu pergi dengan rambu-rambu, mungkin tak sekaget ini rasanya. Saat itu aku masih belum siap. Jangankan untuk kamu tinggalkan selama yang tak pernah kubayangkan, sedetik saja mungkin terasa cukup bagiku untuk merasakan siksaan itu. Samakah apa yang kita rasakan? Tidak, tentu tidak. Apa yang berarti untukku mungkin berbeda dalam pandanganmu.
Terkadang aku memang harus bersyukur pada Tuhan. Mengapa? Ada makhlukNya yang lain menggantikanku menjagamu. Semenjak itu, kumerasa tak perlu mengharapmu kembali. Karena aku bisa jadi manusia terlalu jahat atau bisa jadi bodoh. Sekuat hati harus kuhapus ini semua bukan? Kalau tidak aku akan berdosa menyimpan perasaan pada seseorang yang tak lagi sejalan denganku, seseorang yang telah sejalan dengan orang lain. Terlebih aku melihat, jika tak pernah kutemukan kamu sebahagia itu dengan seseorang. Kusimpulkan jika dia bahagiamu dan aku? Ya lekaslah pergi bayangmu.
Bolehkah aku merasa iri?
Mengapa?
Aku ingin sekali diperjuangkan. Aku terlalu lelah berjuang sendirian untuk kamu. Bahkan setelah kamu pergi, aku masih harus berjuang sendirian untuk mengahpus perasaan ini. Rasanya sedikit tak adil bukan. Untuk itu aku iri.
Masih ingatkah kamu menghubungiku lagi?
Iya aku masih ingat tentunya. Tapi perasaan ini tak sama lagi, ketahuilah. Aku berhasil berjuang untuk diriku sendiri, rasa sakitku, dan bahagiamu. Aku hebat bukan?
Tapi kenapa kamu kembali?
Tulus?
Atau hanya pelampiasan?
Lagi-lagi aku takut kamu tidak berjuang untukku dan kenyataanmu seperti itu. Tapi kenapa kamu perjuangkan dia yang menyakitimu berkali-kali? Aku iri, iya aku iri.
Jangan tannya perasaanku lagi ya?
Aku menyimpan rasa ini jauh di tempat lain. Tidak kulupakan, hanya kusimpan yang jika kurindukan akan kubuka lagi. Jangan takut. Aku tidak pernah berubah sejak terakhir kali perasaan itu masih sejalan. Aku hanya mengikuti arus Tuhan, arusnya tentang kemasing-masingan kita. Jika tak ingin kamu kembali itu sedikit munafik, tapi bukan aku yang ada di imajinasimu. Pada kenyataannya orang lain. Untuk itu tak sepatutnya aku berharap bukan jika bahagia itu tak lagi bersamaku?
Dear kamu,
Matahari masih terang. Perjuangkan orang yang ada dipikiranmu. Seagi mampu dapatkan dia. Perasaanku? Jangan pedulikan. Aku sudah berhasil untuk tahap pendewasaan diriku sendiri. Jika kita kelak bertemu, mungkin mata itu masih sama, senyum itu masih sama, tapi mungkin tak lagi kita temui hati yang sama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar