Halaman

Minggu, 03 November 2013

Perahu kertasku, selamat tinggal...



Hai pelabuhan perahu kertasku apa kabar? apakah perahu kertasku belum berlabuh? mungkinkah dia masih berputar di lautan yang tak tentu?
Sudah setahun lebih perahu itu kularung di derasnya aliran perasaan ini. Aku masih sangat ingat di suatu sore pukul 15.00 WIB di hari Selasa tanggal 22 Mei 2012, perahu itu mulai kulepaskan ke laut bebas kubiarkan mengapung menuju pelabuhan yang ingin kucapai. Kamu tahu dimana? Ya, kuharap tepat dihatimu.
Namun, lebih dari satu tahun berlalu, aku tak tahu apakah perahu itu sudah berlabuh tepat. Sinyal-sinyal radar yang dulu sering dikirimnya padaku mulai tak terdengar. Apakah dia telah tersesat?
Aku masih sangat ingat dengan segelintir keajaiban yang pernah terjadi diantara kita. Kamu datang dengan kebetulan saat aku membutuhkan tawa seseorang yang mungkin bisa mengobati lukaku. Atau mungkin kedatanganmu adalah rencana Tuhan, aku tak tahu. Aku masih sangat ingat bagaimana kamu perlahan menjauh dan semakin jauh. Kamu menyisakan tawa itu tertinggal membekas di hati.
Kamu ingat setelah hampir enam bulan lamanya kita tidak pernah sekedar untuk berkomunikasi dan ternyata secara kebetulan keajaiban itu datang di suatu sore yang ramai. Radarku berkedip-kedip. Aku merasakan kehadiranmu di sana dan aku yakin kita pasti bertemu. Detik yang menggelisahkan. Iya, aku menyebutnya seperti itu saat radarku kurasa hanya membohongiku tentang kehadiranmu. Namun, sepertinya Tuhan ingin menyadarkanku tentang kejujuran sinyal perahu kertasku. Detik itu, iya satu detik yang berharga ketika kita saling menemukan. Ketika kamu memanggilku dan menjabat tanganku.
Aku tak terlalu banyak berkata. Otakku berpacu dengan perasaanku yang berdetak tak karuan. Bahkan ritme musik keras yang kita sukai pun lebih terasa teratur didengar daripada detak jantungku.
Sekali lagi, aku merasa keajaiban itu kebetulan yang sudah direncanakan Tuhan.
Tapi, sekarang aku menyadarinya. Tuhan mungkin sudah merencanakan setiap hal yang kusebut kebetulan saat kita saling menemukan. Tapi Tuhan tidak menyertakan kebetulan kita bisa bersama saling berbagi dalam rencananya.
Itu sedikit menyakitkan. Iya, sesuatu yang diam-diam itu menyakitkan. Sesuatu yang aku peduli padamu tapi kamu tidak mempedulikanku itu menyakitkan.
Jalan kita berputar, seperti perahu kertasku yang berputar sulit berlabuh ketempatmu. Sesungguhnya, perahu kertas tahu kemana ia akan berhenti. Tapi bolehkah aku berharap suatu saat perahu itu akan berlabuh tepat di hatimu. Meskipun selama apapun ia berputar di lautan, bolehkah aku tetap berharap?
Terakhir, untuk kamu. Tulisan ini untuk kamu. Sedikit gila dan mungkin membuatmu merasa aneh. Tapi ini dari hatiku. Aku menyukaimu. Terimakasih atas kehadiranmu yang membuatku bangkit dan merasa lebih baik. Sadarilah, banyak hal yang tak kamu ketahui bahwa ternyata kamu teramat mengubah perasaanku jauh lebih baik. Aku bersyukur atas keajaiban Tuhan, sekalipun tak ada sedikitpun kesempatan untuk kita saling mengungkapkan rasa satu sama lain. Aku bersyukur atas satu manusia yang kutemukan diantara milyaran manusia lainnya.
Dan singkat kata kubahagia, hey kamu tunggu perahu kertasku ya :)
t2



Malang, 04 November 2013
Untuk kamu, sampai jumpa lain waktu dan selamat tinggal :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar